Rabu, 14 November 2018

PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESSIA

 

PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

 

 

Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
1. Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
3. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
ü  Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
ü  Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
ü  Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
ü  Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
ü  Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
ü  Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
ü  Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
û  Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
û  Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
  • Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
  • Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
  • Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
  • Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
  • Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
v  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
v  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
v  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
v  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
v  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
ü  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
ü  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
ü  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
ü  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
ü  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya.
8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh sekolah.
(SUMBER : https://gledysapricilia.wordpress.com/study/sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia/)
9. KTSP 2013
Kurikulum 2013 (K-13) adalah kurikulum yang berlaku dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum tetap diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum-2006 (yang sering disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaanya pada tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah rintisan.
Pada tahun ajaran 2013/2014, tepatnya sekitar pertengahan tahun 2013, Kurikulum 2013 diimpelementasikan secara terbatas pada sekolah perintis, yakni pada kelas I dan IV untuk tingkat Sekolah Dasar, kelas VII untuk SMP, dan kelas X untuk jenjang SMA/SMK, sedangkan pada tahun 2014, Kurikulum 2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Jumlah sekolah yang menjadi sekolah perintis adalah sebanyak 6.326 sekolah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.[1]
Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.
Materi pelajaran tersebut (terutama Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) disesuaikan dengan materi pembelajaran standar Internasional (seperti PISA dan TIMSS) sehingga pemerintah berharap dapat menyeimbangkan pendidikan di dalam negeri dengan pendidikan di luar negeri.[2]
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, nomor 60 tahun 2014 tanggal 11 Desember 2014, pelaksanaan Kurikulum 2013 dihentikan dan sekolah-sekolah untuk sementara kembali menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kecuali bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang sudah melaksanakannya selama 3 (tiga) semester, satuan pendidikan usia dini, dan satuan pendidikan khusus.[3][4] Penghentian tersebut bersifat sementara, paling lama sampai tahun pelajaran 2019/2020.[5]

SUMBER : https://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_2013

<<<<<.oooooPERANGKAT PEMBELAJARANoooooo>>>>>>

A. KELAS X
   1. PEMINATAN AGAMA
       - Fikih
       - Alqur'an Hadis
       - Sejarah Kebudayaan Islam
       - Akidah Akhlak 


Selasa, 13 November 2018

TEST DIAGNOSTIK THREE TIER TEST

TEST DIAGNOSTIK THREE TIER TEST

KESETIMBANGAN KELARUTAN
MAKROSKOPIS, MIKROSKOPIS, DAN SIMBOLIK


TEST DIAGNSOTIK THREE TIER TEST merupakan test itngkat tiga yang terdiri atas soal, jawaban, alasan dan taraf keyakinan. Jenis tes mt ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan konsep berupa "memahami", "tidak memahami", " miskonsepsi", dan "kurang memahami konsep". 
CBT ini membantu dalam mendiagnosis pemahaman konsep terutama pada Materi "Kesetimbangan kelarutan" . CBT ini dikembangkan secara offline dan bisa juga online. Offline bermanfaat untuk mengetahui secara langsung, sedangkan online perlu ada pengembangan lanjutan. Meski dengan segala keterbatasan, namun bisa juga membantu dalam pemahaman konsep siswa dan memperbaiki kelemahan yang ada. untuk mengetahui pemahaman konsep anda, Silahkan klik LINK dibawah ini:

1. Download dan simpan.
2. Versi htm belum dikembangkan

<<<<<<<<<<<<<oooo CBT_SOFTWAREooooCBT_SOFTWARE>>>>>>>>>>>>>

Rabu, 01 Juni 2016


LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT INSTRUMEN PENILAIAN


1.       Langkah Penyusunan Instrumen Test
Langkah awal dalam mengembangkan instrumen adalah menetapkan spesifikasi, yaitu berisi uraian yang menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu instrumen. Penyusunan spesifikasi instrumen mencakup kegiatan antara lain:
a.  Menentukan tujuan
b.  Menyusun kisi-kisi
c.  Memilih bentuk instrumen
d.  Menentukan panjang instrumen
Kisi-kisi dijadikan dasar bagi penulis soal untuk memudahkan dalam menyusun perangkat tes. Selain itu juga untuk mengembangkan soal sesuai tujuan tes. Kisi-kisi tes biasanya berupa matriks yang berisi spesifikasi soal sehingga dapat menghasilkan soal yang isi maupun tingkat kesulitannya sama. Kisi-kisi soal terdiri dari kolom-kolom dengan isi: kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, bentuk soal dan nomor soal.
Terdapat tiga langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes dalam system penilaian berbasis kompetensi, yaitu:
a.  Membuat daftar kompetensi dasar yang diujikan
b.  Menentukan indikator
c.  Menentukan jenis tagihan, bentuk dan jumlah butir soal

Paling sedikit memuat empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih materi pembelajaran yang diujikan, yaitu:
a.  Merupakan konsep dasar
b.  Merupakan materi kompetensi dasar berkelanjutan
c.  Memilki nilai terapan
d.  Merupakan materi yang dibutuhkan untuk mempelajari bidang lain

Sumber utama kompetensi dasar adalah silabus untuk memilih materi yang akan diujikan berdasarkan pada tingkat kepentingan yaitu: konsep dasar, materi yang berkelanjutan, berkaitan dengan pelajaran lain dan mengandung nilai aplikatif tinggi. Tujuan yang akan dicapai disertai informasi tentang materi kemudian diuraikan dalam bentuk indikator agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam memilih bahan yang akan diujikan. Jumlah butir soal tergantung pada waktu yang disediakan dalam menyelesaikan tes yang akan diujikan.
Dalam penentuan materi perlu diperhatikan kesahihan isi, yaitu seberapa jauh materi yang akan diujikan sesuai dengan kompetensi dasar. Ada kompetensi dasar yang harus diukur dengan tugas rumah, ulangan harian, ataupun portofolio. Untuk ulangan akhir semester materi yang diujikan harus mencakup kompetensi dasar yang belum dianggap penting.
Kisi-kisi penilaian terdiri dari sejumlah kolom yang memuat kemampuan dasar, materi standar, pengalaman belajar, indikatorbentuk soal, dan jenis ujian.
Penyusunan instrumen berupa tes dalam Penilaian Berbasis Kompetensi harus mengacu kepada indikator perilaku siswa sebagaimana tertuang dalam kisi-kisi penilaian. Dengan demikian setiap butir soal harus jelas apa yang ditanyakan maupun jawaban apa yang dikehendaki.

Langkah-langkah menyusun tes:

§  Merencanakan tes, merujuk pada jenis alat penilaian
§  Menulis butir tes, dengan memperhatikan indikator ketercapaian
§  Merakit soal tes
Tes dapat disajikan dengan bentuk objektif maupun uraian (non objektif) dengan memperhatikan kaidah penulisan soal yang terkait dengan materi, konstruksi dan bahasa.
Pemilihan bentuk instrumen akan ditentukan oleh tujuan, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk memeriksa, cakupan materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan.
Bentuk instrumen sebaiknya bervariasi seperti pilihan ganda, uraian objektif, uraian bebas, menjodohkan, jawaban singkat, benar-salah, untuk kerja (performans), dan portofolio. Dengan ini diharapkan agar diperoleh data yang akurat tentang pencapaian belajar siswa.
Panjang instrumen ditentukan oleh waktu yang yang tersedia dengan memperhatikan bahan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada umumnya ulangan dalam bentuk tes dan nontes dapat ditentukan berdasarkan pengalaman para guru.

Setelah membuat kisi-kisi aktivitas penilaian bias dilanjutkan dengan membuat soal tes yang dibutuhkan.
a.  Tes Esay
Petunjuk penyusunan tes esay:
1.  Soal disusun sedemikian rupa sehingga terdapat kesepakatan atas jawaban yang benar tugas peserta test jelas, tidak memiliki arti ganda.
2.  Tujuan dari tiap atau bagian soal hendaklah jelas, hal ini dapat dilihat pada table kisi-kisi.
3.  Kata-kata dan bahasa yang dipilih  hendaklah melahirkan pengetian yang sama/atau tepat dengan maksud soal, tidak meragukan, dan tidak menggunakan istilah yang belum dipahami.
4.  Waktu dan energi yang diperlukan sudah dipertimbangkan pada saat membuat persiapan, jangan memberi soal terlalu banyak atau terlalu luas.
5.  Petunjuk tes hendaknya dibuat secara tertulis yang meliputi: waktu ytang diperlukan, skor tiap atau bagian soal sehingga bobot soal diketahui, banyak soal juga diberitahukan.
6.  Tidak boleh ada soal yang bersifat pilihan (optional).
7.  Tes sebaiknya telah mendapatkan masukan dari kawan guru maupun dosen.


b.  Penyusunan Tes Obyektif
    1.  Soal benar salah (true-false).
Pedoman penyususnan:
§  Rumusnya harus tidak meragukan sehingga dapat dinyatakan 100% benar atau 100% salah.
§  Kalimatnya disusun sesederhana mungkin dan sebaiknya kalimat positif.
§  Setiap soal sebaiknya hanya mengandung satu pokok personal atau satu ide saja.
§  Hindari penggunaan kata-kata yang mengganggu pada pilihan jawaban. Kata-kata seperti selalu, tidak pernah, tidak satupun, dan hanya, akan mengganggu jawaban salah.
§  Pilihan jawaban benar salah (B/S) diatur sedemikian rupa sehingga tidak terdapat keteraturan jawaban.

    2.  Menjodohkan (Matching)
     Pedoman penyusunan:
§  Kata-kata dalam terjodoh (premise) dan penjodoh (respons) masing-masing harus homogen dan disusun dalam satu kelompok tersendiri.
§  Jumlah kata-kata yang dipakai tidak kurang dari dan lebih dari 15.
§  Jumlah kata terjodoh dan penjodoh tidak sama dan disusun tidak sama dengan maksud penjodohan.
§  Dasar penjodohan harus jelas dan konsisten.
   3.  Penyusunan tes jawaban pendek
Pedoman penyusunan:
§  Hanya kata-kata yang berarti yang dihilangkan pada bentuk isian kalimat tidak sempurna
§  Gramatika yang merupakan petunjuka untuk jawaban supaya dihindari.
§  Tempat jawaban (blanks) memiliki panjang yang sama dan diletakkan di belakang kalimat di sebelah kanan.
§  Jumlah skor/biji ditentukan oleh banyaknya tempat jawaban dan bukan banyaknya butir soal.
§  Jawaban berupa kata-kata sependek mungkin, atau bilangan, atau tanda (symbol) dan hanya satu jawaban benar.
§  Hindari penggunaan  kata-kata yang terdapat pada buku teks.
§  Hindari pernyataan yang tak terbatas.
§  Hindari pernyataan yang dihilangkan terlalu banyak.

      4.  Penyusunan tes pilihan berganda (Multiple Choice)
§   Diskripsi masalah harus ditulis sedemikian rupa sehingga mudah dipahami, tidak merupakan jebakan, dan mengungkapkan permasalahan yang layak dikemukakan sebagai soal.
§   Bila bentuknya melengkapi, maka antara stem (pokok soal) dan pilihan harus merupakan suatu bentuk kalimat yang lengkap dan secara gramatika benar.
§   Sedapat mungkin mempergunakan bentuk kalimat pokok dan bila mau mempergunakan bentuk kalimat ingkar, maka sebaiknya ditulis dengan huruf besar (TIDAK, BUKAN, KECUALI).
§   Hindari penggunaan kata-kata tidak tentu seperti: kebanyakan, seringkali, kadang-kadang.
§   Setiap soal baiknya berdiri sendiri, artinya tidak selalu bergantung dan tidak merupakan petunjuk bagi yang menjawab.
§   Setiap stem hanya mengandung satu permasalahan.
§   Dalam menyusun pilihan hendaknya homogen dalam kandungan makna maupun;
§   Kunci jawaban harus pasti tidak dapat didebatkan, letaknya pun harus berubah-ubah, dan pengecoh harus benar-benar mengganggu atau narik/mirip  dengan jawaban.
§   Pilihan sebaiknya disusun berdasarkan aturan kronologi alphabetis suatu seri yang berurutan
§   Penggunaan kata-kata dalam pilihan seperti: salah semua atau bem hati-hati. Bila dipakai “salah semua” sebaiknya semua pilihan tersebut sederajat yaitu hampir semuanya benar.
§   Hindari kata-kata yang sama pada pilihan.

2.       Langkah-langkah Penyususunan Instrumen Nontes
a.  Instrumen untuk mengungkap aspek psikomotor.
Instrumen:
1.  Tes tertulis (paper and pencil test),
2.  Tes identifikasi,
3.  Tes simulasi,
4.  Tes contoh kerja (work sample).

Daftar cek mudah digunakan untuk menilai tes psikomotorik dimana guru/pengamat tinggal member tanda cek (“) pada kompetesi yang muncul.

b.  Instrument untuk mengungkap aspek afektif.
Komponen afektif turut menentukan keberhasilan hasil belajar siswa. Paling tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk diukur yaitu sikap siswa dan minat pada pelajaran, karena keduanya sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Langkah-langkah penyusunan instrumen afektif:
1.  Pilih perubahan afektif yang akan dinilai.
2.  Pilih skala yang digunakan misal dengan skala lingkup.
3.  Siapkan inventori laporan diri.
4.  Telaah instrumen oleh teman sejawat.
5.  Perbaiki instrumen.
6.  Skor inventori.
7.  Analisis inventori dengan skala sikap dan skala minat.

3.       PENSKORAN

Untuk menentukan keberhasilan sisiwa dalam sistem pendidikan ini dilakukan penskoran dan penentuan standar keberhasilan. Secara umum, menggunakan prinsip “mastery learning” dimana dikatakan berhasil bila mencapau 75% penguasaan. Namun secara khusus penilaian perlu memperhatikan keterkaitannya dengan ranah (domain) yang ada, yaitu:
1.  Tes Kognitif
    a.  Penskoran untuk Tes Bentuk Objektif
Tes objektif hanya memiliki dua kemungkinan jawaban benar dan salah. Lazimnya jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Skor yang dicapai siswa dilakukan dengan menjumlahkan semua jawaban benar. Hal ini berlaku untuk semua jenis tes objektif baik pilihan ganda benar-salah, isisan singkat, maupun penjodohan.
    b.  Penskoran untuk Tes Esai
Tes esai tidak menggunakan pola jawaban benar = 1 dan salah = 0, tetapi menggunakan pola kontinum,hasil 0’ s/d 10, atau 0 s/d 100. Penskoran dapat pula menurut kebutuhan tergantung bobot  dari masing-masing butir soal yang diujikan. Bobot nilai tiap butir soal tidak harus sama dan ditentukan berdasarkan cakupan bahan, tingkat kompleksitas, tingkat keterkaitan, dan kemampuan berpikir yang dituntut.
Untuk memudahkan penskoran pada tes esai harus dibuat kunci jawaban serta rambu-rambu yang akan dijadikan acuan penskoran.
     c.  Penskoran Tugas-tugas
Untuk menilai tugas tertentu, diperlukan rambu-rambu khusus yang berisi aspek yang dinilai dan skor maksimum masing-masing aspek.


2.  Pengukuran Afektif
Umumnya dibuat dalam bentuk skala bertingkat, misalnya dengan rentangan 5-1 atau 1-5 tergantung arah pertanyaan/pernyataan. Misalnya, jawaban sangat setuju diberi skor 5, sedangkan sangat tidak setuju 1. Skor keseluruhannya diperhatikan dengan menjumlahkan seluruh skor butir pertanyaan/pernyataan.
Dalam pemberian skor untuk aspek afektif umumbya digunakan skala Likert dengan rentang 1-5. Ini berarti bila menggunakan butir pernyataan?pertanyaan maka akan diperoleh skor maksimum 100 dan minimum 20.

Skor
Kriteria
0-20
Tidak berminat
21-40
Kurang berminat
41-60
Cukup berminat
61-80
Berminat
81-100
Sangat berminat

3.  Tes Psikomotor
Umumnya dilakukan secara langsung ketika siswa berunjuk kerja dan dapat diamati. Digunakan pedoman pengamatan yang berisi aspek yang diamati dan bobot masing-masing.
Misalnya ketika siswa diajak untuk berdiskusi artau mempresentasikan hasil mengerjakan tugas tertentu. Pada penskorannya dapat dilakukan secara berjenjang seperti pada esai, misalnya 1-6, 1-5, 1-4 tergantung bobot tugas. Contohnya lingkarilah angka 5 jika sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 jika tidak tepat dan 1 jika sangat tidak tepat. Disini setiap angka pada lingkaran mempunyai bobot. Lalu setelah itu total skor akan dibagi sesuai kehendak guru untuk mendapat nilai berdasarkan jumlah soal.

a.   Tes Lisan
Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahi taraf serapan peserta didik untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif. Pertanyaan lisan yang diajukan harus jelas, dan semua peserta didik harus diberi kesempatan yang sama. Intinya mengajukan pertanyaan, member waktu berfikir, kemudian menunjuk peserta menjawab. Baik benar atau salah jawaban ditawarkan lagi ke kelas untuk mengaktifkan kelas. Tingkat berfikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah seperti pengetahuan dan pemahaman.

Kelebihan Lisan
Kelemahan Lisan
1.  Dapat mengeksploitasi kemampuan siswa secara langsung
1. Didominasi oleh siswa pandai
  2.  Bisa bertanya berbagai masalah langsung kepada siswa
2. Menyita waktu untuk proses pembelajaran
           
Kesimpulan dari instrumen-instrumen penilaian diatas yaitu; 
1.  Jenis-jenis instrumen penilaian adalah tes dan nontes. 
2.  Tes terdiri dari tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan.
3.  Nontes merupakan aktivitas keseharian yang dinilai oleh guru itu sendiri melalui pengamatan.
4.  Langkah-langkah membuat instrumen penilaian tes dan nontes berbeda.
5.  Langkah-langkah membuat instrumen penilaian tes dengan menetapkan spesifikasi yang berisi uraian yang mencakup kegiatan menentukan tujuan, menyusun kisi-kisi, memilih bentuk instrumen dan menentukan panjang instrumen.
6.  Langkah-langkah menyusun instrumen nontes ada aspek afektif, dan psikomotor.
7.  Penskoran adalah penentuan keberhasilan siswa dalam proses belajar. Ada tiga cara untuk menentukan keberhasilan tersebut.
    a.  Kognitif
    b.  Afektif  
    c.  Psikomotor